Mengharap yang tidak diharapkan

Salah seorang teman punya anak laki-laki, berusia kira-kira lima tahun, yang lucu, cakep, putih, chubby. Pokoknya ngegemesin, deh. Berkali-kali saya mendengar teman lainnya memuji sang anak nan lucu ini. Dan disaat saya sedang frustasi karena berusaha mendengarkan ceramah ustadz yang hanya sia-sia karena suara anak-anak jauh melebihi ukuran desibel sang ustadz inilah saya mendengar obrolan antara ibu sang anak yang lucu tadi dengan temannya. Kira-kira begini.
"Eh, Jeng, cakep banget, lho, anaknya, pipinya itu lho... gemes banget."
"Hahaha, iya ya... padahal dulu 'kebobolan', lhoo... eh ternyata jadinya cakep begini".
"Oh, ya? Iya, tuh, kalo yang nggak diharapin tuh biasanya emang selalu bagus hasilnya...hahaha".
Saya hanya senyum mendengarnya. Dalam hati saya mengiyakan juga, sih. Tapi saya tidak pernah membayangkannya dalam urusan punya anak. Biasanya kejadian seperti ini sering saya hadapi saat menunggu bis. Misalnya, saat sedang menunggu bis nomor 188, ternyata yang ditunggu tak kunjung tiba, sementara bis-bis nomor lainnya sudah sibuk lalu lalang berkali-kali. Jadi yang saya lakukan akhirnya adalah berharap yang tidak diharapkan. Saat saya sedang hendak pergi ke suatu tempat dengan menggunakan bis nomor 188, saya akan menunggu bis 183 saja, atau bis lainnya, pokoknya bukan si 188. Semoga dengan begitu bis 'yang tidak ditunggu-tunggu' alias si nomor 188 itu akan segera datang.
~ Dini ~ | Permalink |
0 comments
0 Comments:
Post a Comment
<< Home